Microservices: Apa Itu & Apa Kelebihannya?

Dalam beberapa tahun terakhir, arsitektur microservices telah menjadi salah satu tren utama dalam pengembangan perangkat lunak modern. Menurut survei yang dilakukan oleh O’Reilly pada tahun 2023, lebih dari 75% perusahaan teknologi besar dan menengah di seluruh dunia telah mengadopsi arsitektur microservices dalam sistem mereka. Ini menunjukkan pergeseran signifikan dari pendekatan arsitektur monolitik tradisional menuju solusi yang lebih modular dan terdistribusi.

Microservices memungkinkan perusahaan seperti Netflix, Amazon, dan Uber untuk mengelola aplikasi skala besar dengan lebih fleksibel, memberikan pembaruan fitur lebih cepat, dan meningkatkan ketahanan sistem mereka. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu microservices, mengapa arsitektur ini semakin diminati, dan bagaimana penerapannya dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi bisnis.

Apa itu Microservices?

Microservices adalah pendekatan arsitektur perangkat lunak di mana aplikasi dibangun sebagai sekumpulan layanan kecil yang saling terpisah namun saling berkomunikasi. Setiap layanan dalam arsitektur microservices biasanya menangani satu fungsi bisnis yang spesifik dan dapat dikelola serta dikembangkan secara independen. Misalnya, dalam aplikasi e-commerce, layanan pembayaran, layanan pengelolaan produk, dan layanan rekomendasi dapat menjadi komponen microservices yang berbeda.

Contoh arsitektur microservice pada platform e-commerce

Tidak seperti arsitektur monolitik, di mana semua komponen aplikasi digabungkan menjadi satu kesatuan, microservices memisahkan setiap komponen ke dalam layanan yang terisolasi. Setiap layanan memiliki basis kode, database, dan alur pengembangan tersendiri, memungkinkan tim yang berbeda untuk bekerja secara mandiri tanpa saling mengganggu. Layanan-layanan ini berkomunikasi satu sama lain melalui API atau protokol komunikasi ringan seperti HTTP atau gRPC.

Arsitektur microservices menawarkan berbagai keuntungan, termasuk fleksibilitas yang lebih besar, kemudahan dalam penskalaan, serta kemampuan untuk menerapkan perubahan dan perbaikan secara cepat. Namun, model ini juga memiliki tantangan, seperti kompleksitas dalam pengelolaan dan koordinasi antar layanan.

Microservices sangat cocok untuk perusahaan yang ingin tetap gesit dalam mengelola aplikasi skala besar dan terus berkembang. Sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Netflix, Spotify, dan Amazon, telah sukses menggunakan arsitektur ini untuk mendukung skalabilitas dan inovasi cepat dalam produk mereka.

Popularitas Microservices

Arsitektur microservices muncul sebagai solusi atas keterbatasan yang sering ditemui dalam arsitektur monolitik tradisional. Pada masa lalu, aplikasi monolitik dianggap sebagai standar, di mana seluruh fungsi aplikasi dibangun dan dikelola dalam satu unit besar. Meskipun sederhana dalam hal pengembangan awal, pendekatan monolitik memiliki keterbatasan ketika aplikasi tumbuh lebih kompleks. Setiap kali ada perubahan atau pembaruan, seluruh aplikasi harus direbuild dan dideploy, yang sering menyebabkan downtime serta memperlambat laju inovasi.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, kebutuhan akan kecepatan, skalabilitas, dan ketahanan sistem semakin meningkat. Perusahaan besar seperti Netflix, Amazon, dan Google mulai menghadapi tantangan dalam mengelola aplikasi berskala besar yang terdiri dari banyak fitur dan layanan. Untuk mengatasi masalah ini, mereka mulai memecah aplikasi menjadi layanan-layanan kecil yang dapat dikelola secara independen, inilah yang menjadi cikal bakal konsep microservices.

Popularitas microservices mulai melonjak sekitar pertengahan 2010-an, seiring dengan adopsi luas metodologi Agile dan DevOps yang mendorong pengembangan perangkat lunak yang lebih iteratif dan terdistribusi. Survei yang dilakukan oleh Red Hat pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa 69% organisasi telah mengadopsi atau sedang dalam proses mengadopsi arsitektur microservices untuk aplikasi mereka. Lonjakan ini tidak lepas dari kebutuhan bisnis untuk lebih adaptif terhadap perubahan, meningkatkan skalabilitas, dan mempercepat time-to-market.

Arsitektur microservices juga didorong oleh kemajuan dalam teknologi containerization dan orkestrasi, seperti Docker dan Kubernetes, yang memungkinkan pengelolaan dan penyebaran layanan-layanan terpisah dengan lebih efisien. Ini memberikan perusahaan kemampuan untuk mendistribusikan beban kerja di berbagai lingkungan, baik di cloud maupun on-premise, dengan fleksibilitas yang lebih tinggi.

Dengan semakin banyaknya perusahaan yang beralih ke model arsitektur ini, microservices menjadi standar baru dalam pengembangan perangkat lunak skala besar. Perubahan ini mencerminkan kebutuhan industri teknologi untuk beradaptasi dengan cepat dalam lingkungan yang dinamis dan menghadirkan layanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada pelanggan.

Kelebihan Microservices

Arsitektur microservices telah menjadi pilihan banyak perusahaan karena menawarkan berbagai keunggulan yang signifikan dalam pengembangan dan operasional sistem. Berikut adalah beberapa kelebihan utama dari microservices:

  1. Skalabilitas dan Fleksibilitas
    Salah satu keunggulan terbesar microservices adalah kemampuannya untuk diskalakan secara independen. Setiap layanan dapat diukur skalanya secara terpisah berdasarkan kebutuhan, tanpa harus mempengaruhi bagian lain dari sistem. Misalnya, jika layanan pembayaran dalam aplikasi e-commerce mengalami lonjakan lalu lintas, hanya layanan tersebut yang perlu diskalakan, bukan keseluruhan aplikasi. Fleksibilitas ini memberikan efisiensi dalam penggunaan sumber daya dan respons terhadap beban kerja yang bervariasi.
  2. Pengembangan dan Deployment Mandiri
    Microservices memungkinkan tim yang berbeda untuk mengembangkan, menguji, dan menerapkan layanan mereka sendiri secara mandiri. Pendekatan ini mempercepat siklus pengembangan karena setiap tim dapat bergerak dengan ritme mereka sendiri tanpa harus menunggu bagian lain dari aplikasi siap. Hal ini sangat membantu dalam menerapkan Continuous Integration dan Continuous Deployment (CI/CD), yang merupakan fondasi penting bagi pengembangan perangkat lunak yang cepat dan iteratif.
  3. Ketahanan Terhadap Kegagalan
    Dalam arsitektur monolitik, kegagalan pada satu komponen bisa menyebabkan seluruh sistem mengalami gangguan. Sebaliknya, dalam microservices, jika satu layanan gagal, layanan lain tetap bisa beroperasi secara normal. Ketahanan ini meningkatkan keandalan sistem secara keseluruhan karena kegagalan terisolasi dan dapat diatasi tanpa mempengaruhi seluruh aplikasi.
  4. Penggunaan Teknologi yang Beragam
    Microservices memungkinkan setiap layanan untuk menggunakan teknologi, bahasa pemrograman, dan database yang paling sesuai dengan kebutuhan spesifiknya. Misalnya, satu layanan dapat dibangun dengan Java, sementara layanan lain menggunakan Python. Kebebasan dalam memilih teknologi ini membuat arsitektur microservices lebih adaptif terhadap perubahan teknologi baru dan memungkinkan optimalisasi yang lebih baik berdasarkan kebutuhan fungsional.
  5. Peningkatan Kecepatan Pengembangan
    Dengan memecah aplikasi menjadi layanan-layanan kecil yang dapat dikembangkan secara paralel, microservices meningkatkan kecepatan pengembangan secara signifikan. Ini sangat berguna bagi organisasi yang menerapkan metodologi Agile, di mana pengiriman fitur baru atau perbaikan bug bisa dilakukan lebih cepat tanpa harus melalui proses integrasi yang kompleks. Keterpisahan antar layanan juga memudahkan pemeliharaan kode, karena perubahan pada satu layanan tidak akan berdampak langsung pada layanan lainnya.

Tantangan dalam Implementasi Microservices

Meskipun microservices menawarkan banyak kelebihan, penerapannya tidaklah mudah dan membawa tantangan tersendiri. Berikut adalah beberapa tantangan utama yang sering dihadapi ketika mengimplementasikan arsitektur microservices:

  1. Kompleksitas dalam Manajemen Layanan
    Salah satu tantangan terbesar dalam microservices adalah kompleksitas yang muncul seiring dengan bertambahnya jumlah layanan. Dalam arsitektur monolitik, semua komponen dikelola dalam satu kode besar, tetapi pada microservices, ada puluhan bahkan ratusan layanan yang saling berinteraksi. Mengelola hubungan antar layanan, dependensi, dan konfigurasi dapat menjadi tugas yang sangat rumit dan memerlukan sistem orkestrasi yang kuat, seperti Kubernetes.
  2. Pengelolaan Data Terdistribusi
    Dalam arsitektur monolitik, data biasanya disimpan dalam satu basis data terpusat. Namun, pada microservices, setiap layanan seringkali memiliki basis data terpisah yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik layanan tersebut. Hal ini menimbulkan tantangan dalam pengelolaan transaksi yang melibatkan beberapa layanan, konsistensi data, dan replikasi data antar layanan. Pengembang harus mempertimbangkan desain ulang strategi manajemen data untuk memastikan integritas dan konsistensi data tetap terjaga.
  3. Kesulitan dalam Monitoring dan Debugging
    Karena setiap layanan berjalan secara independen, melacak performa, masalah, dan kesalahan menjadi jauh lebih sulit. Jika terjadi kegagalan, mengidentifikasi sumber masalah bisa menjadi tantangan besar karena melibatkan banyak layanan yang berinteraksi satu sama lain. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan harus menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk membangun sistem monitoring dan observabilitas yang komprehensif, seperti centralized logging, distributed tracing, dan alat-alat pengawasan lainnya.
  4. Manajemen Komunikasi Antar Layanan
    Dalam microservices, komunikasi antar layanan terjadi melalui protokol jaringan, seperti HTTP/REST, gRPC, atau message broker. Namun, komunikasi ini memperkenalkan latensi dan potensi masalah jaringan yang tidak ada dalam arsitektur monolitik. Pengelolaan circuit breakers, retries, dan timeouts menjadi krusial untuk memastikan layanan tetap berjalan lancar meski ada gangguan dalam jaringan. Selain itu, desain API yang baik dan stabilitas kontrak API juga sangat penting untuk memastikan layanan dapat berinteraksi tanpa menimbulkan gangguan.
  5. Keamanan dan Manajemen Identitas
    Ketika sistem dipecah menjadi banyak layanan kecil, menjaga keamanan menjadi lebih kompleks. Setiap layanan memerlukan otentikasi dan otorisasi yang terpisah, serta pengamanan data antar layanan. Manajemen identitas dan akses, enkripsi komunikasi, dan penerapan kebijakan keamanan yang ketat menjadi hal yang wajib diperhatikan. Penerapan model zero-trust dan penggunaan teknologi seperti OAuth2 atau JWT untuk mengamankan komunikasi antar layanan adalah beberapa pendekatan yang dapat diterapkan.

Kesimpulan

Arsitektur microservices telah membuktikan dirinya sebagai solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan dan pengelolaan perangkat lunak skala besar. Dengan memecah aplikasi menjadi layanan-layanan kecil yang independen, microservices memungkinkan organisasi untuk meningkatkan fleksibilitas, skalabilitas, dan ketahanan sistem mereka. Pendekatan ini sangat cocok untuk perusahaan yang ingin berinovasi dengan cepat, merespons perubahan pasar, dan tetap kompetitif dalam lingkungan bisnis yang dinamis.

Namun, adopsi microservices juga memerlukan perencanaan yang matang dan penanganan atas berbagai tantangan, seperti kompleksitas manajemen layanan, pengelolaan data terdistribusi, serta keamanan dan monitoring yang lebih kompleks. Untuk mendapatkan manfaat optimal dari arsitektur ini, organisasi harus siap menginvestasikan sumber daya dalam infrastruktur, teknologi, dan tim yang kompeten.

Pada akhirnya, apakah microservices cocok untuk diterapkan dalam proyek Anda tergantung pada kebutuhan bisnis dan teknologi Anda. Jika skalabilitas, kecepatan pengembangan, dan fleksibilitas adalah prioritas utama, maka microservices bisa menjadi strategi yang tepat. Namun, penting untuk selalu mempertimbangkan tantangan yang ada dan memastikan bahwa organisasi Anda siap untuk menangani kompleksitas yang datang bersamaan dengan implementasi microservices.